Kenakalan Anak di Lingkungan Sekolah
PERLU
ada piket guru untuk mengawasi muridnya selama jam istirahat. Demikian salah
satu pandangan yang mengemuka dalam siaran interaktif Radio Global Kinijani FM
96,5, Minggu, 8 Juli lalu. Kenakalan anak yang terekspresikan di lingkungan
sekolah ditengarai kian meningkat intensitasnya. Banyak faktor penyebabnya.
Yang terasa masih kurang adalah gereget untuk mencegah dan menangani masalah
mendasar di bidang pendidikan itu secara holistik dan komprehensif dalam aksi
nyata.
Kenakalan
anak SD yang terekspresikan di lingkungan sekolah bak fenomena gunung es. Tidak
semua kejadian terungkapkan secara
terbuka. Hal ini mirip kasus yang membelit tubuh IPDN.
Jika
kejadiannya telah menimbulkan korban jiwa, barulah masyarakat awam tersentak,
orangtua murid mengelus dada, para guru bertambah kesibukannya dalam upaya
menemukan langkah pencegahan agar kasus serupa tak terjadi atau terulang di
sekolahnya.
Yang
meninggal bukan hanya anak polos yang sering dijadikan bulan-bulanan kenakalan
temannya, tetapi bisa juga anak nakal yang memang suka berkelahi. Kenakalan
bukan hanya diekspresikan dengan saling banting dalam perkelahian, tetapi juga
berupa perilaku yang mengganggu. Perilaku mengganggu juga terungkap dalam siaran
interaktif Radio Global FM 96,5 Minggu, 8 Juli lalu. Ada anak yang memotong
tempat sabuk di celana temannya, ada anak yang suka memalak uang saku temannya.
Jika
ditelusuri lebih jauh sebab-akibatnya, kita bisa menemukan latar belakang
kenakalan yang terekspresikan dalam perilaku yang membahayakan nyawa itu.
Beragam latar belakang kenakalan, di antaranya menyeret banyak aspek kehidupan
yang terlibat yang pencegahan dan penanganannya perlu dilakukan secara holistik
dan komprehensif.
Kasus
Nengah
Nengah,
anak laki-laki berusia tujuh tahun, anak kedua dari tiga anak pasangan
suami-istri yang keduanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ia
disekolahkan di SD sekitar 300 meter jaraknya dari kamar kontrakan orangtuanya.
Lahir dan berkembang di lingkungan keluarga yang bagaikan ''ayam kais pagi
makan pagi kais petang makan petang'', Nengah tumbuh menjadi anak pendiam.
Dibandingkan teman-teman sebayanya ia tampak kalem dan polos. Ia sering
diganggu teman-temannya. Semula, ia dipaksa temannya untuk menyerahkan uang di
sakunya seribu rupiah. Ketika suatu hari Nengah tidak menyerahkan uangnya,
karena tidak diberi uang saku tiap hari oleh orangtuanya, tas sekolahnya
direbut, dibuka dengan paksa, dan isinya dicampakkan bertebaran di tanah.
Bahkan, Nengah pernah pulang sekolah dengan bibir berdarah akibat dijotos
temannya.
Orangtuanya
turun tangan. Jika ada waktu senggang ia mengantar dan menjemput Nengah sampai
di pintu sekolah. Ia pun melaporkan kejadian yang menimpa anaknya itu kepada
guru kelas. Dengan suara enteng guru kelasnya berkomentar, ''itu biasa terjadi
pada anak-anak''.
Perlakuan
beringas temannya terhadap Nengah tak kunjung mereda. Ayahnya melaporkannya
kembali kepada guru kelas yang sama. Komentar guru kelasnya tetap sama. Tidak
puas dengan jawaban itu, ayah Nengah ingin melaporkannya kepada kepala sekolah.
Akan tetapi, sang guru kelas melarangnya. Bahkan dengan berbagai alasan dan
cara ia menghalang-halangi ketika ayah Nengah akan menghadap kepala sekolah.
Ayah
Nengah tergerak untuk menelusuri, siapa temannya yang suka jahil terhadap
anaknya. Ia menemukan fakta bahwa mereka yang suka mengganggu Nengah adalah
teman-temannya yang berasal dari sebuah panti asuhan.
Mengingat
perlakuan yang tidak enak terus berlanjut, ayah Nengah memindahkan anaknya ke
SD lain. Mungkin, standar kualitas di SD lama dan SD barunya tidak sama, atau
karena penyebab lainnya, pada pergantian tahun ajaran, di kelasnya Nengah
menjadi satu-satunya murid yang tidak naik kelas. Dalam tahun ajaran mendatang
Nengah mengulang di kelas I di SD barunya itu. Satu-satunya kenyataan yang
menghibur hati orangtua Nengah sekarang ini adalah, anaknya tidak lagi dijahili
teman-temannya sebagaimana yang dialami di SD lamanya.
Patut
Dicermati
Kasus
Nengah mengungkap serangkaian fakta sekunder di balik fakta primernya, yang
patut dicermati. Ia adalah anak pendiam, polos dan kalem. Lingkungan dan
kehidupan keluarga besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak. Di
lingkungan keluarga yang melarat hasilnya sering ekstrem. Ada anaknya yang
kelewat pendiam, ada pula yang terlalu nakal. Anak pendiam menjadi
bulan-bulanan teman-temannya yang nakal, adalah kenyataan lain yang sering
terjadi.
Berlanjutnya
tindak gangguan terhadap Nengah di lingkungan sekolahnya, memberi kesan
seolah-olah tak pernah ada upaya untuk mencegahnya. Perilaku jahil di kalangan
anak seusia murid SD adalah biasa terjadi. Namun, perilaku jahil anak-anak
tertentu yang berlangsung terus-menerus terhadap anak-anak tertentu pula,
memberi isyarat adanya masalah serius yang perlu dicermati secara serius pula.
Komunikasi
antara orangtua murid dan kepala sekolah yang terpenggal, apa pun penyebabnya,
perlu juga dicermati. Sementara itu, peran dan kegiatan Komite Sekolah atau apa
pun namanya, yang diharapkan bisa menjembatani komunikasi yang terputus semacam
itu, masih terasa asing di telinga sementara orangtua murid. Sikap feodal yang
mewarnai pengelolaan pendidikan di tingkat SD, masih sering dipergoki terjadi
di kalangan sebagian guru.
Kenakalan
anak di dalam kelas bisa saja dipicu dan dipacu persoalan teknis. Tidak
seimbangnya jumlah murid dengan kapasitas kelas, misalnya, bisa membuka peluang
terjadinya perilaku nakal karena tiap anak tidak mendapat perhatian guru secara
proporsional.
Di
luar kelas, kenakalan di lingkungan sekolah sering terjadi pada jam-jam
istirahat. Walaupun mungkin sudah ada pengelola SD yang menerapkannya, tidak
berlebihan kiranya wacana yang berkembang lewat Global FM 96,5 tentang perlunya
guru piket untuk mengawasi kegiatan muridnya selama jam istirahat. Dalam
konteks ini kiranya pantas diterapkan prinsip ''bagaimana mengawasi tanpa
kelihatan mengawasi, dan bagaimana tidak mengawasi tetapi mengawasi''.
Dalam
kasus Nengah terungkap anak-anak jahil itu berasal dari panti asuhan tertentu.
Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi. Di tengah upaya keras para pengelola
panti asuhan mendidik anak asuhnya, tentu masih ada kekurangannya. Dalam
kesehariannya, anak-anak itu diasuh oleh bukan orangtua kandungnya. Bagaimana
pun sentuhan kasih sayang orangtua kandung berbeda dengan sentuhan kasih sayang
orang yang tidak mengandungnya. Kadar kasih sayang dalam pola asuh keseharian
ini turut mempengaruhi perkembangan karakter anak, apakah akan menjadi anak
nakal atau anak pendiam, kelak menjadi orang yang introver, atau orang yang
ekstrover.
Peran
Pemda
Dalam
era otonomi daerah sekarang ini tanggung jawab terbesar pengelolaan bidang
pendidikan di SD berada di pundak bupati/wali kota bersama kepala dinas yang
mengelola bidang pendidikan. Apakah kasus semacam yang dialami Nengah tadi
sudah didengar bupati/wali kota atau kepada dinas pendidikan setempat?
Jangankan sampai di meja kepala daerah, kepala sekolah saja belum tentu
menerima laporan kasus kenakalan yang terjadi di lingkungan sekolahnya, akibat
proses komunikasi yang terpotong di tengah lorong. Mekanisme pencatatan,
pelaporan dan pengawasan, sebagai bagian penting proses manajemen dalam
pengelolaan pendidikan dasar perlu dikaji ulang. Tanpa tertatanya mekanisme ini
mustahil penanganan masalah pendidikan berlangsung secara holistik dan
komprehensif. Tanpa penanganan seperti itu di tiap kabupatan/kota, mustahil
bangsa ini mampu mengatasi salah satu persoalan pendidikan yang mendasar yakni
kenakalan di kalangan anak seusia murid SD.
Tes
bakat Penulis, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran ''Tokoh''.
akah
cara yang tepat untuk mengenali bakat anak secara akurat? Bisakah kecerdasan
anak dideteksi sejak anak usia dini? Bagaimanakah mengarahkan anak agar anak
bisa maksimal terhadap apa yang digemarinya? Adakah alat yang bisa digunakan
untuk mendeteksi potensi dan kemampuan yang dimilikinya sehingga kita akan bisa
memilihkan sekolah yang cocok untuk anak? Apakah betul test sidik jari atau
finger print bisa dijadikan rujukan untuk pemecahan permasalahan di atas?
Setiap orang tua pasti menginginkan dan
mengharapkan anaknya menjadi anak yang berhasil di bidangnya dan sesuai dengan
bakat yang dimilikinya. Sehingga untuk mewujudkan cita-cita anak, banyak para
orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah favorit. Ada juga orang
tua yang memberikan les privat ataupun paket kursus kepada anaknya sesuai
dengan bidang yang disukainya. Namun kadang hasilnya pun belum maksimal. Entah
itu anak cepat bosan atau anak tidak bisa fokus terhadap minatya.
Di
sisi lain ada juga beberapa orang tua yang bingung anaknya mau diarahkan
kemana. Karena orang tua tidak mempunyai konsep yang jelas kepada anaknya
sehingga yang terjadi adalah anak tidak bisa menemukan potensi dan bakat yang
dimilikinya. Anak-anak hanya tumbuh sebagai anak-anak yang biasa dan standar
saja tanpa memiliki kelebihan yang bisa ditonjolkan. Padahal anak bisa saja
memiliki bakat terpendam yang luar biasa.
Bakat
dan potensi anak seharusnya sudah mulai digali sejak anak usia dini. Dengan
mengetahui bakat lebih dini maka kita akan bisa mengarahkan anak sesuai dengan
bakat terpendam yang dimilikinya. Semakin awal potensi anak diketahui maka
dengan mudah kita akan bisa memberikan pola pengasuhan dan pola pendidikan yang
tepat sesuai dengan kepribadiannya. Lalu bagaimana caranya agar bakat dan
potensi anak bisa cepat diketahui?
Era
moderen menjadikan segalanya lebih cepat diakses dan lebih mudah untuk
dieksplore lebih dalam lagi. Terutama penjelajahan terhadap sesuatu yang masih
terpendam, salah satunya adalah bakat dan potensi anak. Betul, memang saat ini
sudah ada metode dan alat yang bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan yang
dimiliki anak.
Bagi
orang tua yang masih bingung dalam menentukan bakat anak sejak anak usia dini,
maka metode deteksi sidik jari bisa digunakan untuk mencari potensi yang
dimiliki anak. Salah satu contoh alat yang digunakan untuk mendeteksi
kecerdasan anak yaitu metode STIFFIN. Stiffin adalah tes mesin kecerdasan
dengan cara mendeteksi sidik jari.
Beberapa
alasan yang menjadikan tes sidik jari bisa digunakan untuk mengenali potensi
dan bakat anak;
1.Sidik
jari tiap anak berbeda sehingga tidak ada orang yang memiliki sidik jari yang
sama dan sidik jaripun tidak bisa dipalsukan.
2.Sidik
jari bersifat permanen sehingga pola sidik jari tidak akan berubah dari sejak
lahir hingga meninggal dunia.
3.Sidik
jari mudah diklasifikasikan dan di ukur. Mudah dilihat dengan mata telanjang
dan bisa diintegrasikan dengan teknologi dan disimpan dalam database.
Selain
itu sidik jari memiliki hubungan dengan potensi Genetik yang dimiliki
masing-masing individu.
Beberapa
alasannya adalah sebagai berikut;
1.Pola sidik jari mulai muncul pada waktu bayi dalam kandungan
(usia 13 minggu), polanya seiring dengan pola pembentukan otak.
2.Pola sidik jari ditentukan oleh kromosom yang ditentukan bukan
oleh faktor lingkungan melainkan DNA (genetik).
3.Sistim syaraf jari-jari tangan erat hubungannya denga sistim otak
artinya dengan mengetahui sistim syaraf jari dapat diketahui sistim syaraf fungsi-fungsi
bagian otak.
4.Potensi genetik, khususnya bakat, stimulasi kecerdasan, dan
karakter kepribadian berkaitan erat dengan sistim syaraf pada fungsi-fungsi
bagian otak.
Kemajuan zaman bisa dimanfaatkan untuk kebaikan manusia salah
satunya adalah teknologi mengenali kemampuan bakat dan potensi yang masih
terpendam. Maka dari itu tidak ada alasan lagi untuk tidak mengetahui bakat dan
potensi yang dimiliki anak. Bagi orang tua yang masih bingung dengan bakat yang
dimiliki anak maka tes sidik jari bisa digunakan agar pola pengasuhan bisa
tepat dan terarah. Tidak ada salahnya untuk mencoba salah satu analisa sidik
jari kepada anak kita dalam rangka untuk mengetahui potensi yang dimiliki anak.
Kenakalan Anak di Lingkungan Sekolahnya
PERLU
ada piket guru untuk mengawasi muridnya selama jam istirahat. Demikian salah
satu pandangan yang mengemuka dalam siaran interaktif Radio Global Kinijani FM
96,5, Minggu, 8 Juli lalu. Kenakalan anak yang terekspresikan di lingkungan
sekolah ditengarai kian meningkat intensitasnya. Banyak faktor penyebabnya.
Yang terasa masih kurang adalah gereget untuk mencegah dan menangani masalah
mendasar di bidang pendidikan itu secara holistik dan komprehensif dalam aksi
nyata.
Kenakalan
anak SD yang terekspresikan di lingkungan sekolah bak fenomena gunung es. Tidak
semua kejadian terungkapkan secara
terbuka. Hal ini mirip kasus yang membelit tubuh IPDN.
Jika
kejadiannya telah menimbulkan korban jiwa, barulah masyarakat awam tersentak,
orangtua murid mengelus dada, para guru bertambah kesibukannya dalam upaya
menemukan langkah pencegahan agar kasus serupa tak terjadi atau terulang di
sekolahnya.
Yang
meninggal bukan hanya anak polos yang sering dijadikan bulan-bulanan kenakalan
temannya, tetapi bisa juga anak nakal yang memang suka berkelahi. Kenakalan
bukan hanya diekspresikan dengan saling banting dalam perkelahian, tetapi juga
berupa perilaku yang mengganggu. Perilaku mengganggu juga terungkap dalam siaran
interaktif Radio Global FM 96,5 Minggu, 8 Juli lalu. Ada anak yang memotong
tempat sabuk di celana temannya, ada anak yang suka memalak uang saku temannya.
Jika
ditelusuri lebih jauh sebab-akibatnya, kita bisa menemukan latar belakang
kenakalan yang terekspresikan dalam perilaku yang membahayakan nyawa itu.
Beragam latar belakang kenakalan, di antaranya menyeret banyak aspek kehidupan
yang terlibat yang pencegahan dan penanganannya perlu dilakukan secara holistik
dan komprehensif.
Kasus
Nengah
Nengah,
anak laki-laki berusia tujuh tahun, anak kedua dari tiga anak pasangan
suami-istri yang keduanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ia
disekolahkan di SD sekitar 300 meter jaraknya dari kamar kontrakan orangtuanya.
Lahir dan berkembang di lingkungan keluarga yang bagaikan ''ayam kais pagi
makan pagi kais petang makan petang'', Nengah tumbuh menjadi anak pendiam.
Dibandingkan teman-teman sebayanya ia tampak kalem dan polos. Ia sering
diganggu teman-temannya. Semula, ia dipaksa temannya untuk menyerahkan uang di
sakunya seribu rupiah. Ketika suatu hari Nengah tidak menyerahkan uangnya,
karena tidak diberi uang saku tiap hari oleh orangtuanya, tas sekolahnya
direbut, dibuka dengan paksa, dan isinya dicampakkan bertebaran di tanah.
Bahkan, Nengah pernah pulang sekolah dengan bibir berdarah akibat dijotos
temannya.
Orangtuanya
turun tangan. Jika ada waktu senggang ia mengantar dan menjemput Nengah sampai
di pintu sekolah. Ia pun melaporkan kejadian yang menimpa anaknya itu kepada
guru kelas. Dengan suara enteng guru kelasnya berkomentar, ''itu biasa terjadi
pada anak-anak''.
Perlakuan
beringas temannya terhadap Nengah tak kunjung mereda. Ayahnya melaporkannya
kembali kepada guru kelas yang sama. Komentar guru kelasnya tetap sama. Tidak
puas dengan jawaban itu, ayah Nengah ingin melaporkannya kepada kepala sekolah.
Akan tetapi, sang guru kelas melarangnya. Bahkan dengan berbagai alasan dan
cara ia menghalang-halangi ketika ayah Nengah akan menghadap kepala sekolah.
Ayah
Nengah tergerak untuk menelusuri, siapa temannya yang suka jahil terhadap
anaknya. Ia menemukan fakta bahwa mereka yang suka mengganggu Nengah adalah
teman-temannya yang berasal dari sebuah panti asuhan.
Mengingat
perlakuan yang tidak enak terus berlanjut, ayah Nengah memindahkan anaknya ke
SD lain. Mungkin, standar kualitas di SD lama dan SD barunya tidak sama, atau
karena penyebab lainnya, pada pergantian tahun ajaran, di kelasnya Nengah
menjadi satu-satunya murid yang tidak naik kelas. Dalam tahun ajaran mendatang
Nengah mengulang di kelas I di SD barunya itu. Satu-satunya kenyataan yang
menghibur hati orangtua Nengah sekarang ini adalah, anaknya tidak lagi dijahili
teman-temannya sebagaimana yang dialami di SD lamanya
Patut
Dicermati
Kasus
Nengah mengungkap serangkaian fakta sekunder di balik fakta primernya, yang
patut dicermati. Ia adalah anak pendiam, polos dan kalem. Lingkungan dan
kehidupan keluarga besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak. Di
lingkungan keluarga yang melarat hasilnya sering ekstrem. Ada anaknya yang
kelewat pendiam, ada pula yang terlalu nakal. Anak pendiam menjadi
bulan-bulanan teman-temannya yang nakal, adalah kenyataan lain yang sering
terjadi.
Berlanjutnya
tindak gangguan terhadap Nengah di lingkungan sekolahnya, memberi kesan
seolah-olah tak pernah ada upaya untuk mencegahnya. Perilaku jahil di kalangan
anak seusia murid SD adalah biasa terjadi. Namun, perilaku jahil anak-anak
tertentu yang berlangsung terus-menerus terhadap anak-anak tertentu pula,
memberi isyarat adanya masalah serius yang perlu dicermati secara serius pula.
Komunikasi
antara orangtua murid dan kepala sekolah yang terpenggal, apa pun penyebabnya,
perlu juga dicermati. Sementara itu, peran dan kegiatan Komite Sekolah atau apa
pun namanya, yang diharapkan bisa menjembatani komunikasi yang terputus semacam
itu, masih terasa asing di telinga sementara orangtua murid. Sikap feodal yang
mewarnai pengelolaan pendidikan di tingkat SD, masih sering dipergoki terjadi
di kalangan sebagian guru.
Kenakalan
anak di dalam kelas bisa saja dipicu dan dipacu persoalan teknis. Tidak
seimbangnya jumlah murid dengan kapasitas kelas, misalnya, bisa membuka peluang
terjadinya perilaku nakal karena tiap anak tidak mendapat perhatian guru secara
proporsional.
Di
luar kelas, kenakalan di lingkungan sekolah sering terjadi pada jam-jam
istirahat. Walaupun mungkin sudah ada pengelola SD yang menerapkannya, tidak
berlebihan kiranya wacana yang berkembang lewat Global FM 96,5 tentang perlunya
guru piket untuk mengawasi kegiatan muridnya selama jam istirahat. Dalam
konteks ini kiranya pantas diterapkan prinsip ''bagaimana mengawasi tanpa
kelihatan mengawasi, dan bagaimana tidak mengawasi tetapi mengawasi''.
Dalam
kasus Nengah terungkap anak-anak jahil itu berasal dari panti asuhan tertentu.
Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi. Di tengah upaya keras para pengelola
panti asuhan mendidik anak asuhnya, tentu masih ada kekurangannya. Dalam
kesehariannya, anak-anak itu diasuh oleh bukan orangtua kandungnya. Bagaimana
pun sentuhan kasih sayang orangtua kandung berbeda dengan sentuhan kasih sayang
orang yang tidak mengandungnya. Kadar kasih sayang dalam pola asuh keseharian
ini turut mempengaruhi perkembangan karakter anak, apakah akan menjadi anak
nakal atau anak pendiam, kelak menjadi orang yang introver, atau orang yang
ekstrover.
Peran
Pemda
Dalam
era otonomi daerah sekarang ini tanggung jawab terbesar pengelolaan bidang
pendidikan di SD berada di pundak bupati/wali kota bersama kepala dinas yang
mengelola bidang pendidikan. Apakah kasus semacam yang dialami Nengah tadi
sudah didengar bupati/wali kota atau kepada dinas pendidikan setempat?
Jangankan sampai di meja kepala daerah, kepala sekolah saja belum tentu
menerima laporan kasus kenakalan yang terjadi di lingkungan sekolahnya, akibat
proses komunikasi yang terpotong di tengah lorong. Mekanisme pencatatan,
pelaporan dan pengawasan, sebagai bagian penting proses manajemen dalam
pengelolaan pendidikan dasar perlu dikaji ulang. Tanpa tertatanya mekanisme ini
mustahil penanganan masalah pendidikan berlangsung secara holistik dan
komprehensif. Tanpa penanganan seperti itu di tiap kabupatan/kota, mustahil
bangsa ini mampu mengatasi salah satu persoalan pendidikan yang mendasar yakni
kenakalan di kalangan anak seusia murid SD.
Tes
bakat Penulis, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran ''Tokoh''.
akah
cara yang tepat untuk mengenali bakat anak secara akurat? Bisakah kecerdasan
anak dideteksi sejak anak usia dini? Bagaimanakah mengarahkan anak agar anak
bisa maksimal terhadap apa yang digemarinya? Adakah alat yang bisa digunakan
untuk mendeteksi potensi dan kemampuan yang dimilikinya sehingga kita akan bisa
memilihkan sekolah yang cocok untuk anak? Apakah betul test sidik jari atau
finger print bisa dijadikan rujukan untuk pemecahan permasalahan di atas?
Setiap orang tua pasti menginginkan dan
mengharapkan anaknya menjadi anak yang berhasil di bidangnya dan sesuai dengan
bakat yang dimilikinya. Sehingga untuk mewujudkan cita-cita anak, banyak para
orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah favorit. Ada juga orang
tua yang memberikan les privat ataupun paket kursus kepada anaknya sesuai
dengan bidang yang disukainya. Namun kadang hasilnya pun belum maksimal. Entah
itu anak cepat bosan atau anak tidak bisa fokus terhadap minatya.
Di
sisi lain ada juga beberapa orang tua yang bingung anaknya mau diarahkan
kemana. Karena orang tua tidak mempunyai konsep yang jelas kepada anaknya
sehingga yang terjadi adalah anak tidak bisa menemukan potensi dan bakat yang
dimilikinya. Anak-anak hanya tumbuh sebagai anak-anak yang biasa dan standar
saja tanpa memiliki kelebihan yang bisa ditonjolkan. Padahal anak bisa saja
memiliki bakat terpendam yang luar biasa.
Bakat
dan potensi anak seharusnya sudah mulai digali sejak anak usia dini. Dengan
mengetahui bakat lebih dini maka kita akan bisa mengarahkan anak sesuai dengan
bakat terpendam yang dimilikinya. Semakin awal potensi anak diketahui maka
dengan mudah kita akan bisa memberikan pola pengasuhan dan pola pendidikan yang
tepat sesuai dengan kepribadiannya. Lalu bagaimana caranya agar bakat dan
potensi anak bisa cepat diketahui?
Era
moderen menjadikan segalanya lebih cepat diakses dan lebih mudah untuk
dieksplore lebih dalam lagi. Terutama penjelajahan terhadap sesuatu yang masih
terpendam, salah satunya adalah bakat dan potensi anak. Betul, memang saat ini
sudah ada metode dan alat yang bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan yang
dimiliki anak.
Bagi
orang tua yang masih bingung dalam menentukan bakat anak sejak anak usia dini,
maka metode deteksi sidik jari bisa digunakan untuk mencari potensi yang
dimiliki anak. Salah satu contoh alat yang digunakan untuk mendeteksi
kecerdasan anak yaitu metode STIFFIN. Stiffin adalah tes mesin kecerdasan
dengan cara mendeteksi sidik jari.
Beberapa
alasan yang menjadikan tes sidik jari bisa digunakan untuk mengenali potensi
dan bakat anak;
1.Sidik
jari tiap anak berbeda sehingga tidak ada orang yang memiliki sidik jari yang
sama dan sidik jaripun tidak bisa dipalsukan.
2.Sidik
jari bersifat permanen sehingga pola sidik jari tidak akan berubah dari sejak
lahir hingga meninggal dunia.
3.Sidik
jari mudah diklasifikasikan dan di ukur. Mudah dilihat dengan mata telanjang
dan bisa diintegrasikan dengan teknologi dan disimpan dalam database.
Selain
itu sidik jari memiliki hubungan dengan potensi Genetik yang dimiliki
masing-masing individu.
Beberapa
alasannya adalah sebagai berikut;
1.Pola sidik jari mulai muncul pada waktu bayi dalam kandungan
(usia 13 minggu), polanya seiring dengan pola pembentukan otak.
2.Pola sidik jari ditentukan oleh kromosom yang ditentukan bukan
oleh faktor lingkungan melainkan DNA (genetik).
3.Sistim syaraf jari-jari tangan erat hubungannya denga sistim otak
artinya dengan mengetahui sistim syaraf jari dapat diketahui sistim syaraf fungsi-fungsi
bagian otak.
4.Potensi genetik, khususnya bakat, stimulasi kecerdasan, dan
karakter kepribadian berkaitan erat dengan sistim syaraf pada fungsi-fungsi
bagian otak.
Kemajuan zaman bisa dimanfaatkan untuk kebaikan manusia salah
satunya adalah teknologi mengenali kemampuan bakat dan potensi yang masih
terpendam. Maka dari itu tidak ada alasan lagi untuk tidak mengetahui bakat dan
potensi yang dimiliki anak. Bagi orang tua yang masih bingung dengan bakat yang
dimiliki anak maka tes sidik jari bisa digunakan agar pola pengasuhan bisa
tepat dan terarah. Tidak ada salahnya untuk mencoba salah satu analisa sidik
jari kepada anak kita dalam rangka untuk mengetahui potensi yang dimiliki anak.
No comments:
Post a Comment